Membeli Mimpi

Di era globalisasi dan gombalisasi ini, berbagai produk berlomba-lomba menjajakan mimpi. Ia menjelma sinetron dan lagu-lagu, agama dan gaya hidup, iklan-iklan, sampai berbagai hal yang absurd adanya. Cara penjajaannya bermacam-macam. Mulai dari yang paling “preman” sampai yang paling persuatif.

Tetapi seperti apapun cara menjajakannya, mimpi-mimpi itu bisa dibeli secara kredit. Setiap orang boleh menyentuh, meminjam, menyimpan, bermain dengannya di dalam angan-angan, sampai pada suatu ketika datanglah tagihan yang mengejutkan. Tidak semua orang bisa membayarnya dan tidak semua yang bisa membayarnya tahu efek samping dari mimpi-mimpi itu; mimpi tetap mimpi karena tak pernah menempuh perjalanan menuju kenyataan.

Pada edisi ini, Salamatahari menghadirkan mimpi-mimpi yang bisa dibeli tanpa udang di balik batu. Ada bibit bunga perak yang dibeli Anak Beruang, ada mimpi-mimpi yang dibeli lewat perjalanan Jakarta-Bandung, ada mimpi menciptakan majalah alternatif yang sudah terbeli oleh Anggun Priambodo, dan ada mimpi tentang permen Chupa Chups vanilla-cokelat-strawberry yang hadir sekilas; boleh dibeli, boleh juga tidak.

Teman-teman, selama kita tahu bagaimana menabung untuk membeli impian itu, mimpi mengantar kita menaklukkan harapan.

Selamat bermimpi, jangan sampai lupa bangun kembali.

Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,

Sundea

0 komentar:

Posting Komentar