Kaca travel mengizinkan saya melihat senja di Jakarta, tapi tidak membiarkan saya bersentuh langsung dengan hangatnya. Karena ia mengepung dingin AC di dalam mobil, apa yang menyentuh saya bukanlah apa yang saya lihat. Saya merasa kedinginan. Padahal saya tahu suhu Jakarta sedang sehangat pantai.
Sore itu tahu-tahu kaca menjadi sesuatu yang menarik bagi saya. Ia melindungi, tetapi cukup fair untuk membeberkan kenyataan yang ada di hadapan saya. Di sisi lain, ia bening dan rapuh seperti anak-anak. Dengan kaca kita juga bisa bermain-main. Bayangan-bayangan yang ia pantulkan menghadiahkan kita persepsi-persepsi unik. Benda-benda yang melekat pada beningnya telihat seperti sedang terbang. Kaca memberi kita perlindungan dan ilusi-ilusi menyenangkan asal kita mengingat baik-baik pesan yang tertempel di permukaannya: “Dilarang Bersandar di Sepanjang Kaca”.
Pada edisi ini Salamatahari menghadirkan cerita-cerita seputar kaca. Ada kacamata Ruben yang remuk dilindas motor, ada lagu “Gelas-gelas Kaca” di dalam angkot, ada foto yang diambil dari pantulan kaca, dan ada Blackmanray yang menjadi kaca serta menempelkan foto-foto pameran di permukaan kaca.
Karena dalam beberapa bahasa daerah “kaca” berarti “halaman buku”, saya akan menutup inti matahari kali ini dengan cuplikan lirik lagu “Jangan Bakar Buku” dari Efek Rumah Kaca,
… mengalir berjuta cahaya … ahhh … ahhh …
Karena setiap aksara membuka jendela dunia, aah … aahhh
Kata demi kata menghantarkan fantasi …
Semoga askara yang tersusun di halaman ini memberimu persepsi-persepsi berbeda.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
0 komentar:
Posting Komentar