Jaket Esther, Jaket Bu Een

Si cantik Oktaviane Esther Andriani berlari-lari sambil mendekap jaket yang lebih besar daripada tubuhnya sendiri. Kadang jaket itu dijadikannya selimut. Kadang ditimangnya seperti bayi. Esther pun sempat membungkus beberapa mainan di sana. Dan jika mainan-mainan tersebut melorot keluar saat ia bawa lari, Esther tampak kesal. “Tatuh awe (jatuh wae = jatuh terus -red)!” rengutnya menggemaskan. 

Esther membawa jaket itu ke mana-mana. Sepertinya ia menemukan rasa aman pada hangat dan lembut permukaannya. Sudah sejak berusia enam bulan Esther lekat dengan si jaket, bahkan sebelum ia betul-betul mengenal botol susunya sendiri.



“Emang itu jaket siapa, Bu?” tanya saya pada Bu Een, pemilik Panti Asuhan Rumah Kasih.
“Jaket saya. Dulu itu jaket yang selalu saya pakai tidur. Esther kan tidurnya selalu sama saya,” sahut Bu Een.

Sejak baru berusia dua minggu, Esther yang lahir di luar pernikahan sudah diserahkan ke panti asuhan Rumah Kasih. Semenjak saat itu, ia tak pernah dikunjungi lagi. Tetapi sang ibu sempat mengirimi Esther sebuah jaket. Jika jaket kesayangan Esther harus dicuci, jaket dari ibunyalah yang digunakan Bu Een sebagai pengganti.



“Esthernya mau?” tanya saya.
“Mau. Tapi dia pasti cari yang lama lagi,” sahut Bu Een.

Pernah pada suatu dini hari, ketika jaket kesayangannya sedang dicuci, Esther terjaga. Begitu menyadari bahwa jaket yang ia dekap bukan jaket yang ia kenal baik, gadis kecil yang baru berusia dua setengah tahun itu merengek-rengek, “Aket, aket, aket …”.

Bu Een kemudian membawa Esther ke kamar mandi. Ditunjukannya air rendaman jaketnya yang kotor sekali. Di sana Bu Een menjelaskan mengapa sewatku-waktu jaket harus dicuci. Dan meski masih kecil sekali, Esther mengerti. Ia pergi tidur dengan jaket yang ada, walau keesokan paginya ia kembali kepada jaket kesayangannya tak peduli jaket itu belum kering betul.

Anak-anak di panti asuhan Rumah Kasih belajar mengenal kenyataan hidup sejak masih sangat kecil. Bu Een tak pernah menutupi latar belakang dan siapa orangtua kandung mereka.

“Itu supaya mereka tidak merasa dibohongi, menerima keadaan, dan nantinya tidak mendendam pada orangtua mereka. Lebih baik saya yang kasih tahu dan kasih pengertian daripada mereka dengar-dengar dari orang di luar. Yang penting, bagaimanapun keadaannya, mereka tahu ada yang sayang sama mereka,” Bu Een memaparkan alasannya. 



Esther berlari menghampir kami dengan tangan penuh. Jaket di tangan kiri dan boneka-boneka di tangan. Ketika ia membungkus keempat boneka itu dalam jaket, seperti yang sudah-sudah boneka-boneka tersebut melorot lagi. Esther merengut. “Tatuh awe!”

“Sini, mama ikat,” kata Bu Een.


Bu Een lalu membungkus boneka-boneka Esther di dalam jaket dan mengikatnya dengan simpul yang cukup kuat. Esther tampak senang. Ia mendekap jaket berisi boneka itu ke mana-mana. Berlari-lari mengelilingi ruang tamu panti asuhan yang cukup luas. Bercanda-canda dengan Andika, salah satu saudara sepanti asuhannya.

Dan kali itu, sebebas apapun Esther bergerak, ia boleh percaya.
 


Boneka-bonekanya tak akan jatuh-jatuh lagi.

Sundea

Panti Asuhan Rumah Kasih terletak di Jln. Raya Lembang nomor 20 dan selalu terbuka untuk dikunjungi. Ada 24 anak yang dirawat di sana. Anak-anak yang lahir dari berbagai latar belakang sulit tersebut tidak terbuka untuk diadopsi. Bu Een dan sang suami berkomitmen untuk mendidik mereka. 

Suatu saat, diharapkan anak-anak ini dapat mandiri, tumbuh dengan kepribadian yang baik, dan kembali kepada keluarga kandung mereka untuk membangunnya.

2 komentar:

idean mengatakan...

Salam buat esther yang cantik. :)

Sundea mengatakan...

Main, dong, Idean, ke Jln. Raya Lembang no.20, kenalan langsung sama Esther dan temen2nya yg juga lucu2 =)

Posting Komentar