Buah Ungu Unyu di Kebun Anak Beruang

Di depan rumah Anak Beruang, tumbuh pohon dengan banyak ranting. Daunnya tidak kering, tapi selalu jingga. Buahnya ungu dan unyu. Siapapun yang melihat buah itu pasti tertarik untuk mencicipi, apalagi Anak Beruang yang setiap hari bermain di sekitarnya.

pohonungunyu

Pada suatu hari, buah ungu unyu yang sedang ranum-ranumnya itu jatuh ke dekat kaki Anak Beruang. Tanpa banyak berpikir Anak Beruang memungut dan menyantapnya. Tetapi apa yang terjadi, Teman-teman? Anak Beruang sakit perut.

“Lain kali, kalau mau makan buah, dicuci yang bersih dulu, Anak Beruang,” pesan Ibu Beruang.

Anak Beruang menurut. Ia mencuci buah ungu unyu yang jatuh berikutnya sebelum menyantapnya. Tetapi apa yang terjadi, Teman-teman? Anak Beruang tetap sakit perut. 



“Mungkin buah yang jatuh sudah busuk, Anak Beruang. Kamu harus memetik yang masih segar dari pohon,” kata Ayah Beruang.

Anak Beruang menurut. Begitu sakit perutnya sembuh, ia memanjat pohon berdaun jingga berranting banyak itu. Dipilih dan dipetiknya buah ungu unyu yang sudah matang, dicucinya bersih-bersih, baru kemudian menyantapnya. Tetapi apa yang terjadi, Teman-teman? Anak Beruang masih juga sakit perut.

“Mungkin buah itu memang tidak bisa dimakan,” kata Ayah Beruang.
“Sebaiknya kamu jauh-jauh dari pohon itu,” tambah Ibu Beruang.

Namun Anak Beruang percaya buah ungu unyu tersebut dapat dimakan. Hanya saja ia harus tahu cara memakannya. Maka pada suatu hari Anak Beruang memetik buah ungu unyu itu dan membawanya ke rumah Nenek Beruang. Nenek Beruang pandai membuat kue. Mungkin buah ungu unyu tersebut dapat diolah menjadi kue.

“Nenek, di depan rumah aku ada buah-buahan ini. Sebetulnya buah-buah ini bisa dimakan, tidak?” tanya Anak Beruang sambil menunjukkan buah ungu unyu yang telah dikumpulkannya di dalam keranjang.
“Oh, bisa, Anak Beruang. Ini salah satu buah paling enak yang pernah Nenek makan,” sahut Nenek Beruang dengan mata berbinar.
“Nenek tidak sakit perut?” tanya Anak Beruang lagi.
“Tidak, tidak. Ayo, kita bawa masuk buah-buahanmu itu.”

Anak Beruang dan Nenek Beruang masuk ke dalam rumah. Sekeranjang buah ungu unyu yang dibawa Anak Beruang diletakkan di atas meja dapur. Anak Beruang berdiri di sebelahnya, menunggu Nenek Beruang mengolah buah-buahan tersebut.

“Buah ini Nenek makan ketika masih muda, dijadikan manisan,” cerita Nenek Beruang.
“Kalau begitu, ayo kita buat buah ini menjadi manisan!” seru Anak Beruang bersemangat.
“Waktu itu Nenek pergi ke Cianjur. Rahmat Kartololah yang memperkenalkan buah-buahan ini kepada Nenek. Manisan Cianjur sangat terkenal,” Nenek Beruang menyambung ceritanya sambil tersenyum dengan tatapan menerawang, tak peduli pada ajakan Anak Beruang.
“Rahmat Kartolo siapa, Nek?” tanya Anak Beruang. Nama itu baru didengarnya.
“Rahmat Kartolo adalah makhluk ungu unyu yang Nenek kenal di masa remaja. Sambil memakan buah itu, kami berdua menyanyikan lagu Semalam di Cianjur,” sahut Nenek Beruang.
“Rasanya aku tahu lagu itu, deh,” Anak Beruang mencoba mengingat-ingat meskipun tidak terlalu yakin.
“Sebetulnya itu bukan lagu Rahmat Kartolo, Anak Beruang,” kata Nenek Beruang. Matanya masih berbinar seperti kulit buah ungu unyu jika tertimpa cahaya, “Rahmat meminjamnya dari Alfian, rekannya sesama biduan.”
“Alfian siapa, Nek?” tanya Anak Beruang lagi. Mulai terjadi roaming era dalam percakapan itu.
“Alfian and the Chipmunks. Merekalah yang mempopulerkan lagu Semalam di Cianjur,” sahut Nenek Beruang dengan senyum yang tak bisa ditahan.
“Baiklah. Kalau begitu, ayo kita olah buah ini menjadi manisan!” Anak Beruang kembali ke bagian yang paling menarik untuknya.

Tetapi ternyata buaian nostalgia membuat Nenek Beruang terlihat lupa pada Anak Beruang. Sambil menatap keluar jendela dan memperhatikan bunga-bunga yang baru tumbuh, tiba-tiba Nenek Beruang menyanyi,

Kan kuingat, di dalam hatiku
Betapa indah, semalam di Cianjur
Janji kasih yang tlah kau ucapkan
Penuh kenagan yang tak kan terlupakan …

Anak Beruang menggaruk-garuk belakang telinganya kebingungan. Ia tak tahu bagaiamana membawa neneknya pulang dari kelananya di alam nostalgia.

“Setidaknya sekarang aku tahu buah ini bisa dimakan,” kata Anak Beruang di dalam hati. Tetapi apa yang terjadi, Teman-teman? Siang itu Nenek Beruanglah yang membuat Anak Beruang sakit perut.

dicianjurdua

Sundea

0 komentar:

Posting Komentar