Kripik pedas Maicih adalah salah satu makanan ringan terpopuler saat ini. Sistem pemasarannya yang sangat “gini hari” dan pedasnya yang cadas-cadas menagih membuat kripik ini selalu dicari-cari.
Namun belakangan beredar isu kehadiran Maicih palsu. Selain kripik Maicih dengan logo emak-emak yang menyamping, beredar pula kripik Maicih dengan logo emak-emak hadap depan. Betulkah Maicih berlogo emak-emak hadap depan adalah kripik Maicih palsu?
Salamatahari mengkonfirmasi isu ini langsung kepada Dimas Ginanjar Merdeka alias Bob Merdeka, pemilik kripik Maicih versi logo hadap depan …
Bob, sebetulnya ada apa dengan kripik Maicih yang sekarang jadi beda logo ini?
Sebenernya memang diakui kita pecah.
Kenapa?
Itu karena perbedaan visi, perbedaan tujuan mau ke mana, jadinya ada perbedaan produk. Kalau saya lihat, ini memang subyektif saya, ya, mereka terlalu mengejar volume, kuantitas, akhirnya lupa sama nilai-nilai yang lain. Kalau ngejar volume, kualitas jadi turun. Kalau saya, sebisa mungkin produksi, kalau kualitasnya turun ya udah produksinya segitu aja.
Emang sekarang Maicih yang ini produksinya berapa banyak?
Lima ribu bungkus sehari.
Wow! Banyak juga, dong …
Iya, lumayan … hehehe …
Emang kalo Maicih yang ini visi-misinya apa?
Visi kita, kita support temen-temen yang kreatif. Sekarang kita menggerakkan kota Bandung dulu. Bukan di musik aja, tapi semua yang berhubungan sama seni dan budaya seperti teater, tari. Kita support temen-temen yang punya sesuatu yang unik dari karya mereka, bukan sekedar asal tebak aja. Kayak Sarasvati, Bottlesmoker kan punya cara yang unik dari musiknya dan dari cara mereka menjual musiknya.
Oh, iya. Kemaren sempet nyeponsorin Sarasvati juga, ya?
Iya. Sebetulnya kita udah ngincer Sarasvati sebelum Mancawarna (konser Sarasvati di Bandung), tapi udah keduluan sama yang lain. Abis itu kita sempet nanya, kita masih punya kesempatan, nggak, buat nyupport Sarasvati? Terus mereka bilang boleh, tapi jangan di Bandung. Ada kesempatan di Yogya. Kebetulan di Yogya peminat Maicih juga lagi banyak. Pas lagi, kebetulan kita lagi pecah. Pas pecah itu, temen-temen dari Maicih yang satu lagi melemparkan isu kalo kita itu Maicih palsu. Dan isu itu paling santer di Yogya, jadi waktu kita mensupport Sarasvati untuk musik mereka, kita juga punya kepentingan supaya temen-temen paham kalo kita nggak palsu, lho.
Hmmm … berarti baik Maicih hadap depan dan hadap samping nggak ada yang palsu, ya?
Sebenernya di antara dua versi besar tadi, nggak ada asli atau palsu. Semustinya temen-temen dari sana mengakui kalau kita pecah, jadi ya sudah. Yang jelas kampanye dari kita ya fakta-fakta sejarah, terus konsepnya, gimana memulainya, siapa yang bikin, itu semua ada di kami.
Secara kekripikan, ada bedanya nggak Maicih yang ini sama yang satu lagi?
Rasanya beda. Ya itu tadi, kalau ngutamain kuantitas, kualitas jadi menurun kan. Terus secara umum kemasannya. Mereka pakai logo yang ke dua (Maicih tiga kali berganti logo, termasuk dengan Maicih hadap depan ini), nggak ada repackage, kalo saya repackage, pake paper bag, rebranding, ganti logo, punya program One Coin One Leaf karena kita udah nyumbang sampah plastik dan sampah kertas untuk lingkungan, ada dinkes. Kita sih nurutin aturan yang berlaku di negeri ini. Kalo produk makanan itu harus jujur. Kayak komposisi, berat bersih, kita udah ada. Temen-temen konsumen pasti cerdaslah, kalau kita palsu masa jujur?
Hahaha … baiklah. Berarti isu seputar palsu nggak palsu udah terjawab dengan jelas. Btw, isu lainnya, katanya resep Maicih itu didapet dari seorang nenek-nenek bernama Maicih di sebuah desa. Bener, nggak?
Nggak, itu bener-bener isu. Saya bikin tokoh fiktif, bener-bener direka-reka aja. Maicih dibikin untuk membuat kripik pedas yang saya suka dikonsumsi banyak orang, gitu. Jadi emang jualan Maicih itu timbul dari kesukaan terhadap makan kripik pedas itu sendiri.
Jadi resep Maicih dapetnya dari siapa?
Ngambil dari sebuah tempat produksi kripik pedas yang saya suka. Terus dijual, tapi setelah laku, permintaan bertambah banyak, nggak mungkin kalo ngambil terus. Jadi saya produksi sendiri dan mencoba membuat cita rasa yang lebih baik daripada itu. Jadi sebenernya patokan kualitas rasa ya lidah saya.
Misalnya Maicih yang di logo ini ada beneran, kira-kira dia orangnya gimana?
Kalo beneran ada, dia pasti ramah, hangat, dan menganggap orang lain langsung jadi keluarga. Dia sebetulnya sangat tradisional, tapi juga sangat melek sama isu-isu global.
Wow, nenek-nenek gaul.
Hahaha … iya, gaul.
Bob, apa yang bikin kamu punya passion untuk serius dan penuh kasih sayang ngejalanin usaha ini?
Apa, ya? Sebuah ide kalo Maicih bisa kampanye budaya. Itu sih yang paling menarik. Bukan soal rasial karena Maicih tokoh Sunda, tapi Sunda sebagai konsep, jadi saya bisa melestarikan nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan. Kayak misalnya orang Sunda peduli dengan alam, suka bermusik, suka menari. Selain itu orang Sunda pasti suka pedes. Kalo nggak suka, rada anomali. Kripik pedes cemilan orang Bandung banget, meskipun saya nggak tau kalau dari sejarahnya kripik pedes itu asli makanan tradisional Sunda apa bukan.
Kamunya sendiri asli Sunda, ya?
Ayah orang Bogor, Ibu orang Cianjur, tapi saya sendiri gede di Bandung.
Baiklah. Kalau orang mau tau tentang Maicih, harga, mesen di mana, dan lain-lain kira-kira ke mana, Bob?
Tapi tadi Dea buka masih “Hapunten Nuju Diwangun” (maaf sedang dibangun) …
Iya, aktivasinya bersamaan sama konser Bottlesmoker yang Kamis tanggal 28 Juli ini …
So sweet amat kalian kompak-kompakan … hehehe … btw, pas hari keseimbangan, dong, samaan juga sama terbitnya Salamatahari edisi 81 ini. Kamu pernah baca Salamatahari, nggak?
Pernah, dulu waktu masih blogspot suka baca, dikasih tau temen. Tulisannya lucu, manis, menginspirasi dengan cara yang sederhana. Sekarang udah dot com, ya?
Udah dot com dari taun lalu, lho …
Wah, berarti udah lama, ya, nggak baca …
Naaa … makanya sekarang seringin lagi, dong, baca Salamataharinya … hehehehe …
Maicih memang tokoh fiktif yang tidak nyata. Tapi kefiktifannya mengantarkan banyak hal abstrak mewujud nyata. Passion, kebaikan dan kearifan lokal yang tersimpan dalam seni-budaya, rasa pedas, adalah sesuatu yang tak mempunyai bentuk konkret, tapi hidup dan menghidupkan.
Semoga melalui Maicih, Bob Merdeka menularkan berbagai kesenangan yang memerdekakan …
Sundea
follow twitter @maicih dan @bobmerdeka